KONSEP :
MANAJEMEN KELAS
DALAM RANGKA PROSES BELAJAR MENGAJAR (PBM)
DALAM RANGKA PROSES BELAJAR MENGAJAR (PBM)
A. PENDAHULUAN
Sekolah
adalah untuk anak didik. Tugas utama pendidik (guru) adalah mengusahakan agar setiap
anak didik dapat belajar dengan efektif; baik secara individual ataupun secara
kelompok. Artinya, mereka patut merasa betah atau merasa senang belajar di
sekolah dan mereka dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi. Meskipun banyak
tempat untuk anak melakukan kegiatan belajar, sesungguhnya filosofi kehadiran
sekolah sepatutnya dipandang sebagai tempat terbaik bagi terjadinya proses
belajar dan bagi pencapaian prestasi belajar yang tinggi itu.
Kelas
merupakan segmen sosial dan kehidupan sekolah secara keseluruhan. Gairah proses belajar dan
semangat pencapaian prestasi belajar yang tinggi, amat tergantung pada
pembiasaan sehari-hari atas kehidupan yang terjadi di antara guru dan para anak
didiknya di dalam kelas. Karena itu manajemen atau pengelolaan atas kelas
merupakan hal utama dalam menunjang terciptanya proses belajar yang
menyenangkan dan pencapaian prestasi belajar yang tinggi itu.
Kondisi dan kehidupan kelas kita di tingkat pendidikan dasar, khususnya pada Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah masih memprihatinkan. Penampilan fisik kelas yang anak-anak tinggali setiap harinya nampak kurang kondusif atas penciptaan kondisi belajar yang diinginkan. Meja, kursi atau bangku yang mereka duduki kurang sesuai dengan kebutuhan belajar mereka. Kebiasaan bersih, indah dan tertib dalam membuang sampah belum terciptakan dan dalam kelas secara kuat. Kelas-kelas kita di antaranya masih belum asri, bahkan semrawut dan kotor. Sentuhan tangan untuk penataan kelas dan orangorang yang berkepentingan atas pendidikan anak amat terbatas.
Guru-gurupun untuk
sebagian di antaranya bekerja dengan caranya yang typical (asal
melaksanakan tugas rutin) tanpa mempedulikan apakah kelasnya itu menyenangkan
bagi anak atau tidak. Konsep-konsep yang mendasari terwujudnya interaksi
di dalam kelas terasa masih miskin. Man,uIative learning materials belum
menjadi kepedulian guru dalam mengusahakan linkungan belajar yang Iebih
menyenangkan. Pengetahuan psikologis kontemporer guru- guru belum terlihat
dalam hubungan implementasi kurikulum dan penciptaan Iingkungan belajar. Selain
itu, dukungan birokrasi dan kepemimpinan setiap sekolah belum sepenuhnya
muncul. Kelas-kelas kita akhirnya menjadi kurang menarik dan bahkan menjemukan
sehingga anak nampak terbelenggu dalam kerangkeng status quo pekerjaan
guru/para pendidik.
Kelas-kelas kita mesti berubah! Berubah menjadi Iebih baik; Iebih bermutu dan Iebih menyenangkan anak-anak! Presentasi dan diskusi melalui naskah in diharapkan mendorong para peserta pelatihan memperoleh pemaknaan kembali mengenai arti pentingnya Manajemen Kelas sebagai pendukung terjadinya gairah proses belajar dan pencapaian prestasi belajar yang tinggi.
Secara
Iebih khusus melalui kegiatan pelatihan in diharapkan akan diperoleh bekal
pengetahuan yang berkaitan dengan pengertian, tujuan, prinsip, pendekatan dan
prosedur Manajemen Kelas dalam situasi proses belajar mengajar.
B.
KONSEP DASAR MANAJEMEN KELAS
1. Arti Kelas.
Seorang
guru sering kurang menyadari mengenai banyaknya kejadian yang melingkupi
kehidupan kelasnya. Kelas bukanlah sekedar sekumpulan anak yang melakukan
kegiatan belajar di bawah tanggung jawab guru dan sematamata dibatasi oleh
keempat dinding/tembok pembatas. Kelas sesungguhnya merupakan Iingkungan yang
kompleks dan berbagai peristiwa bisa terjadi. Berikut merupakan aspek-aspek
kehidupan kelas dan Doyle (1986) dalam Good dan Brophy (1991: 2) yang patut
dipelajari guru terutama untuk bertindak selaku managers:
a.
Multidimensionailty. Terdapat
tugas yang berbeda dan berbagai peristiwa muncul di kelas. Laporan kegiatan
belajar dan jadwal penyelesaiannya mesti dapat guru kendalikan. Saat anak
bekerja haruslah terkontrol. Pekerjaannya harus dapat dikumpulkan dan
dievaluasi. Satu peristiwa tertentu sering membawa berbagai akibat. Saat guru
menunggu seorang anak untuk menjawab satu pertanyaan saja, pertanyaan lain dan
anak lainnya bisa muncul. Hal itu dapat memberi pengaruh positif tetapi tidak
mustahil memberi pengaruh negatif sehingga kegiatan belajar anak berlangsung
lambat sampai waktunya beristirahat.
b.
Simultaneity. Berbagai
kejadian secara bersamaan sering pula muncul di dalam kelas. Saat suatu diskusi
berlangsung, seorang guru tidak hanya mendengarkan dan membantu anak memberikan
jawaban tetapi juga guru dituntut untuk memperhatikan anak lainnya yang tidak
memberikan respon agar suasana kelas tetap terkendali dan berlangsung kondusif
dan efektif.
c.
Immediacy. Langkah dan
berbagai peristiwa yang terjadi di kelas sesungguhnya berlangsung cepat. Setiap
anak umumnya menghendaki respon yang cepat atas kebutuhan belajarnya.
Mengevaluasi keterlibatan anak dalam proses pengajaran, dalam satu jam saja,
guru sangat mungkin harus melakukannya beberapa kali. Tuntutan untuk
memperhatikan kegiatan belajar anak secara individual dan beralih pada kegiatan
anak secara kelompok/klasikal, akan terus silih berganti dalam frekuensi yang tinggi
dan berlangsung cepat.
d.
Unpredictable and publlc dassroom dilmate. Berbagai
peristiwa sering muncul di dalam kelas melalui cara yang tidak terduga oleh
guru. Apa yang terjadi pada din anak tertentu sering dapat dilihat dengan cepat
oleh anak-anak yang lain, tetapi tidak dengan cepat dapat dipelajari guru.
Anak-anak sering pula dapat menangkap apa yang guru rasakan menyangkut
tindakannya atas anak lain, dan mereka memberi respon yang tidak terduga
terhadap gurunya. Interaksi demikian sering membentuk suatu iklim kelas yang
kurang menyenangkan dan tidak lagi kondusif atas proses pengajaran.
e.
History. Setelah suatu
penyelenggaraan pengajaran berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan,
norma-norma yang berlaku umum di kelas terbentuk dan berbagai pengerUan
berkembang. Peristiwa yang muncul di awal tahun menjadi pembuka (bisa positif
atau negatif) bagi terjadinya peristiwa-peristiwa berikutnya. Selanjutnya, hal
itu berpengaruhi atas fungsi kelas di akhir tahun.
Mengingat
hal di atas, maka kelas sepantasnya dipandang sebagai tempat untuk tumbuh dan
berkembangnya semua potensi anak. Karena itu kelas sepantasnya dikelola dengan
baik sehingga nyaman dan menyenangkan bagi kegiatan belajar anak. Kelas
septutnya rapi, bersih, sehat, tidak lembab, cukup cahaya, adanya sirkulasi
udara, perabotnya tertata baik, dan jumlah siswanya tidak terlalu banyak.
Untuk
menunjang kenyamanan dan rasa senang anak dalam belajar, selain berbagai aspek
kehidupan kelas di muka harus dipahami guru, juga beberapa hal berikut tidak
boleh luput dan perhatian mereka, seperti tata ruang kelas, dan perabotnya:
papan tulis dan penghapusnya, meja kursi guru, meja kursi anak, lemari kelas,
jadwal pelajaran, papan absensi, daftar piket kelas, kalender pendidikan,
gambar-gambar, tempat cuci tangan dan lap tangan, tempat sampah, sapu lidi,
sapu ijuk, sapu moceng, pajangan pekerjaan anak, kapur, dan lain-lainnya.
2. Pentingnya Manajemen Kelas.
Sesungguhnya
keberhasilan pengajaran tidaklah dapat dipisahkan dan keseriusan usaha dan
semangat guru mengelola kelasnya. Good dan Brophy (1991: 2) mensinyalir bahwa
kegagalan guru mengembangkan potensi dirinya dalam pengajaran bukanlah karena
mereka tidak menguasai mata pelajaran tetapi mereka itu tidak mengerti siapa
murid-muridnya dan apa kelas itu sesungguhnya.
Leinhardt
dan Smith (1985) dikutip Good dan Brophy (1991) menyimpulkan adanya dua
pengetahuan yang patut dipahami guru agar pengajaranya Iebih efektif, yaitu :
(1) subject
matter knowledge, dan
(2) action-
system knowledge. Yang pertama mencakup informasi spesifik yang
dibutuhkan untuk menyajikan isi pelajaran, sedangkan yang kedua menyangkut
pengetahuan siapa dan bagaimana anak belajar dan berkembang; bagaimana kelas
dikelola; bagaimana informasi/konsep diterangkan; dan bagaimana tugastugas
secara efektif diberikan.
Menoleh
dasar psikologis anak untuk kepentingan Manajemen Kelas. Kita
bisa saja berdiskusi panjang lebar: apakah guru-guru pada MI. dan MTs. selama
mi memahami betul siapa anak didik itu ? Dengan kata lain, dilihat dan
perkembangan fisiknya/motoriknya, sosia 1/emosi/mora lnya, dan bahasanya/kog
nisinya, siapakah mereka itu sebenarnya? La lu bagaimana mereka itu belajar?
Ambil saja satu contoh bahwa anak usia MI itu secara sosial sedang berkembang kompetensi-kompetensi sosialnya yang positif dan produktif, seperti kemampuan bekerjasama, kesadaran kompetisi, menghargai karya orang lain, toleran, kekeluargaan, dan perkembangan aspek budaya lainnya (Johar:1998/1999).
Dalam hubungan mi prinsip yang relevan untuk
suatu Manajemen Kelas adalah guru setiap harinya menyediakan kesempatan untuk
anak bekerja/belajar secara kelompok.
Coba kita pikirkan lebih lanjut, lebih detail dan mungkin lebih radikal:
Coba kita pikirkan lebih lanjut, lebih detail dan mungkin lebih radikal:
bentuk
meja-kursi atau bangku yang bagaimanakah yang memungkinkan anak belajar secara
kelompok setiap harinya di dalam kelas itu ? Apakah bentuk bangku (meja-kuri
yang disatukan konstruksinya) yang keras dan berat, terbuat dan kayu jati
warisan pengaruh Zaman Penjajahan Belanda itu masih relevan untuk memenuhi
tuntutan kegiatan belajar kelompok anak ? Saya lebih suka mengatakan bentuk
bangku semacam itu sebagai bangku zaman tai kotok di lebuan! Artinya,
bangku itu sudah out of date!
Hal lain yang mendesak patut guru pahami adalah bagaimana anak itu sesungguhnya belajar ? Ambil satu pandangan yang lebih kontemporer (faham konstruktivistik) dan Piaget ! Piaget berpendapat bahwa anak itu seorang pelajar yang aktif. Mereka membentuk atau menyusun pengetahuan mereka sendiri pada saat mereka menyesuaikan pikirannya; sebagaimana terjadi ketika mereka mengeksplorasi lingkungannya untuk kemudian tumbuh pemikiran-pemikiran logisnya (Johar: 1998/1999).
Pendapat
di atas mengisyaratkan antara lain bahwa guru penting memberi kebebasan kepada
anak; dan kelas sepatutnya merupakan lingkungan yang dapat dieksplorasi anak
secara efektif. Pertanyaan kritis lain bisa diungkapkan: apakah guru-guru yang
masih feodalistik mampu berubah dan ikhlas memberi kebebasan kepada anak
didiknya untuk belajar melalui eksplorasi lingkungan ? Lingkungan kelas yang
bagaimana yang memberi kebebasan dan memungkinkan anak melakukan eksplorasi
semacam itu ? Apkah kelas-kelas yang typical dengan meja-kursi yang berderet
dan miskin akan manipulative learning materials bisa kondusif atas gairan
proses belajar dan pencapaian prestasi belajar yang tinggi ?
Satu hal
lagi: Bagaimana respon kita atas pendapat Power (1976) yang dikutip Good dan
Brophy (1991) tentang adanya tipe anak di dalam kelas ? Kenyataan itu tentu
saja menghendaki adanya perlakuan-perlakuan guru yang variatif dalam mengembangkan
metodologi pengajaran sekaligus Manajemen Kelasnya. Silahkah renungkan :
a.
Successful students. Anak
bertipe mi berorientasi pada tugas dan sukses secara akademik dan bersifat
kooperatif. Mereka itu selalu berpartisipasi aktif dalam pengajaran, selalu ingin
melengkapi dan mengoreksi tugastugasnya serta kreatif dalam merespon
masalah-masalah disiplin. Mereka itu menyukai sekolahnya dan disukai guru-guru
dan teman-temannya.
b.
Social students. Anak
dengan tipe mi lebih berorientasi secara sosial daripada berorientasi tugas.
Mereka memiliki kemampuan untuk mencapai suatu prestasi dengan cara berteman
daripada mengerjakan tugasnya. Mereka cenderung lebih banyak teman dan menjadi
populer di kalangan teman-temannya. Namun demikian, anak-anak tipe mi kadang kurang
disukai guru-guru karena frekuensi sosialisasi mereka menimbulkan masalah
manajemen.
c.
c. Dependent students. Anak tipe demikian memandang guru sebagai pihak yang suka memberi dukungan dan bantuan. Mereka sering meminta tambahan penjelasan dan pertolongan Iebih dan yang lain. Guru-guru umumnya peduli atas kemajuan belajar naak-anak demikian dan bersedia memberi bantuan berikutnya. Teman-temannya kadang cemburu dan menolak kehadiran mereka karena mereka dipandang tidak matang secara sosial.
c. Dependent students. Anak tipe demikian memandang guru sebagai pihak yang suka memberi dukungan dan bantuan. Mereka sering meminta tambahan penjelasan dan pertolongan Iebih dan yang lain. Guru-guru umumnya peduli atas kemajuan belajar naak-anak demikian dan bersedia memberi bantuan berikutnya. Teman-temannya kadang cemburu dan menolak kehadiran mereka karena mereka dipandang tidak matang secara sosial.
d.
Allenated students. Tipe mi
menunjukkan anak yang malas hingga potensial untuk tinggal kelas atau drop-out.
Secara ekstrim anak demikian menolak untuk bersekolah dan berbagai hal yang
diwajibkan sekolah kepadanya. Beberapa di antara mereka mengembangkan
permusuhan dan menciptakan kekacauan melalui agresi dan penyerangan. Mereka
kadang menduduki jan kedua tangannya di kelas dan menolak untuk berpartisipasi.
Guru biasanya menolak anak yang memiliki tipe mi dan bersikap acuh tak acuh
atas ekspresi pasif mereka.
e.
Phantom students. Tipe
anak demikian memiliki latar belakang yang kurang menguntungkan. Merekapun
kurang mendapat perhatian keluarganya, sehingga kadang mereka itu pemalu,
sering ketakutan, gugup dan berdiam din. Mereka bekerja namun tidak responsif
atau aktif. Merekapun bukan sukarelawan tetapi juga mereka bukan pencipta
kekacauan. Mereka itu pasif ! Guru dan teman-temannya biasanya tidak mengetahui
bahwa kondisi mereka sekalipun mereka itu anak baik atau berpikir untuk
berinteraksi dengannya.
Dasar psikologis di atas sengaja disinggung untuk menunjukkan betapa hal itu memiliki implikasi langsung terhadap pekerjaan guru mengelola kelasnya. Brooks dan Brooks (1993: 17) mengembangkan dasar psikologis itu ke dalam pemahaman paradigma kontras antara traditional classrooms dan construct/v/st classrooms (lihat lampiran).
3. Misi dan Tujuan Manajemen Kelas
Jelas
kiranya bahwa dasar psikologis itu menekankan kepentingan pendidikan anak. OIeh
karenanya missi utama yang dikembangkan untuk mengelola kelas yang efektif adalah
:
(1) tersedianya
Iingkungan belajar yang mendukung gairah proses belajar dan
(2) banyaknya
keterlibatan (waktu yang dihabiskan) anak dalam aktivitas belajar sehingga
mendukung pencapaian prestasi belajar yang tinggi.
Adapun
tujuan Manajemen Kelas dikemukakan Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen (1996) yang
dikutip Rachman (1998/1999: 15), adalah :
a.
Mewujudkan kondisi kelas baik sebagai
Iingkungan belajar ataupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan
berkembangnya kemampuan masing-masing siswa.
b.
Menghilangkan berbagai hambatan yang
merintangi interaksi belajar yang efektif.
c.
Menyediakan fasilitas atau peralatan dan
mengaturnya hingga kondusif bagi kegiatan belajar siswa yang sesuai dengan
tuntutan pertumbuhan dan perkembangan sosial, emosional dan intelektualnya.
d.
Membina perilaku siswa sesuai dengan
latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan keindividualannya.
4. Arti Manajemen Kelas.
Kali mi
kita mencoba mendiskusikan arti Manajemen Kelas. Tentu saja banyak pengertian
atau definisi mengenai Manajemen Kelas i. Namun demikian, dan beberapa
pengertian berikut (FTP IKIP Bandung: 1999), kira-kira manakah pengertian Manajemen
Kelas yang menurut bapak/ibu/saudara pallng berkenan?
a.
Manajemen Kelas merupakan seperangkat
kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas.
b.
Manajemen Kelas merupakan seperangkat
kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa.
c.
Manajemen Kelas merupakan seperangkat
kegiatan guru untuk memgembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan
mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan.
d.
Manajemen Kelas merupakan seperangkat
kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan hubungan
soioemosional kelas yang positif.
e.
Manajemen Kelas merupakan seperangkat
kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang
efektif.
Selanjutnya,
kemukakanlah alasan mengapa pengertian yang satu itu dipilih
bapak/ibu/saudara? Berdasarkan pengertian Manajemen Kelas yang telah diuraikan
di muka, maka Manajemen Kelas yang ditampilkan seorang guru dapat lebih
bersifat otoritatif, demokratis atau bersifat laissez-faire. Sifat
penampilan Manajemen Kelas mi bukanlah menunjukkan baik-buruknya penampilan
guru dalam mengelola kelas. Baik-buruk Manajemen Kelas itu sepatutnya terkait dengan
masalah efektivitas dan efektivitas Manajemen Kelas tersebut amat tergantung
pada unsur-unsur yang dipelajari.
Mari
kita berdiskusi soal efektivitas Manajemen Kelas yang mungkin ditampilkan guru
dengan menganalisis unsur kematangan si anak, perilaku anak dalam pencapaian
tujuan dan sifat situasi yang dihadapi.
Memperhatikan hasil analisis di atas, maka akan diperoleh pengertian Manajemen Kelas yang pluralistik. Pengertian demikian menerangkan bahwa Manajemen Kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan, mengembangkan hubungan interpersonal dan iklim sosio-emosional yang positif serta mengembangkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif dan produktif. Semua pengertian Manajemen Kelas di muka berlaku.
C.
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KELAS
Kita
mulai dengan beberapa asumsi untuk mengembangkan prinsipprinsip umum suatu Manajemen
Kelas yang baik. Asumsi berikut dikembangkan oleh Good dan Brophy (1991: 199),
yaitu:
1.
Anak-anak itu suka mengikuti aturan
karena memang mereka itu mengerti dan menerimanya.
2.
Masalah disiplin kelas dapat dikurangi
manakala si anak terlibat secara teratur dalam aktivitas (belajar) yang
bermakna yang mendorong minat dan sikapnya.
3.
Manajemen atau pengelolaan (kelas)
hendaklah Iebih didekati dan tujuan memaksimalkan atau menghabiskan banyaknya
waktu anak untuk terlibat dalam kegiatan produktif; daripada mendasarkan pada
sudut pandangan yang negatif menekankan pengawasan atas perilaku anak yang
menyimpang, dan
4.
Tujuan guru adalah mengembangkan self
controldalam din anak dan bukan semata-mata melakukan pengawasan yang
menekan atas din mereka.
Berdasarkan
asumsi-asumsi di atas, dapatlah dikembangkan prinsip prinsip Manajemen Kelas
sebagai berikut :
1.
Bahwa setiap aturan dan prosedur yang
mengikat dan ditempuh haruslah direncanakan tenlebih dahulu sebelum hal itu
dapat dilangsungkan.
2.
Aturan-aturan yang ditetapkan dan
prosedur yang ditempuh itu harus jelas dan dibutuhkan.
3.
Biarkan anak mengasumsikan tanggung
jawabnya secara independent.
4.
Kurangi gangguan dan ketenlambatan atau
penundaan.
5.
Rencanakan kegiatan belajar yang independent
atau individual dan juga kegiatan belajar kelompok.
Prinsip-prinsip
lainnya dikembangkan Bolla (1985: 5-6), yaitu:
1.
Dalam setiap kegiatan Manajemen Kelas
(termasuk belajar mengajar), antusias dan kehangatan guru harus ditunjukkan
2.
Setiap tutur kata, tindakan dan
tugas-tugas yang diberikan kepada anak menantang; tidak menimbulkan kebosanan
tetapi justeru menimbulkan gairah belajar yang produktif.
3.
Penggunaan variasi dalam alat, media,
metoda dan gaya berinteraksi adalah kunci sukses Manajemen Kelas.
4.
Kewaspadaan akan jalannya proses
kegiatan belajar-mengajar dan kemungkinan terjadinya berbagai gangguan
mengharuskan guru bersikap dan bertindak luwes.
5.
Biasakanlah pemusatan pikiran secara
positif dan menghindar pada hal-hal yang negatif.
6.
Manajemen Kelas tidak bisa lepas dan
kepentingan anak untuk berdisiplin atas dirinya sendiri. Karena itu guru
sepantasnya berdisiplin pada dirinya send in agar di hadapan anak menjadi
teladan.
D. PENDEKATAN
DALAM MANAJEMEN KELAS
Beberapa
pendekatan untuk Manajemen Kelas yang dapat dipelajari dan berbagai sumber,
dapatlah dikemukakan paling tidak mencakup pendekatan perubahan ting kah laku,
pendekatan penciptaan iklim sosio-emosiona I, pendekatan proses kelompok, dan
pendekatan eklektik (Entang, Joni, dan Prayitno: 1985).
1. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku (Behavior
Modification).
Manajemen
Kelas menurut pendekatan mi mendasarkan pada asumsi bahwa :
(1)
semua tingkah laku anak, yang baik atau
yang kurang baik, merupakan hasil proses belajar, dan
(2)
terdapat proses psikologis yang
fundamental untuk menjelaskan terjadinya proses belajar yang dimaksud.
Adapun proses
psikologis yang dimaksudkan itu adalah :
(1) penguatan positif atau positive
reinforcement,
(2) hukuman,
(3) penghapusan,
dan
(4) penguatan negatif atau negative
reinforcement.
Menurut
pendekatan itu, untuk membina suatu tingkah laku anak yang dikehendaki maka
guru dituntut untuk memberi penguatan positif atau memberi dorongan positif
sebagai ganjaran dan guru dituntut pula untuk memberi penguatan negatif yakni
menghilangkan hukuman atau stimulus negatif. Selanjutnya untuk mengurangi
tingkah laku yang tidak dikehendaki, guru dituntut untuk menggunakan hukuman
atau pemberian stimulus negatif, dan melakukan penghapusan atau pembatalan
pemberiaan ganjaran.
2. Pendekatan Penciptaan Iklim Sosio - Emosional
(Socio-
Emotional Climate).
Penelolaan
kelas menurut pendekatan mi mendasarkan pada asumsi bahwa:
(1)
proses pengajaran yang efektif
mensyaratkan iklim sosio-emosional yang baik atau adanya jalinan hubungan
inter-personal yang baik di antara pihak yang terlibat dengan proses pengajaran
itu, dan
(2)
guru merupakan key-person dalam
pembentukan iklim sosio-emosional yang dimaksudkan.
Banyak
saran yang dapat dipelajari guna membantu guru menciptakan iklim soio-emosional
yang kondusif bagi efektivitas pengajaran. Namun demikian
beberapa hal yang dianggap penting adalah sikap dan kebiasaan guru untuk tampil
jujur, tulus dan terbuka; bersemangat, dinamis dan enerjik. Hal lainnya adalah
kesadaran din; menerima dan mengerti siapa anak didiknya dengan penuh rasa
simpati.
Selain itu yang tidak kurang pentingnya adalah keterampilan berkomunikasi secara efektif, kemampuan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat, kemampuan mengembangkan prosedur pemecahan masalah, kemampuan mengembangkan rasa tanggung jawab sosial, dan kemampuan mengembangkan iklim dan suasana
belajar
yang demokratis, terbuka.
3. Pendekatan Proses Kelompok (Group Processes).
Manajemen
Kelas menurut pendekatan mi mendasarkan pada asumsi :
(1)
pengalaman belajar (bersekolah)
berlangsung dalam konteks atau kelompok sosial, dan
(2)
tugas guru yang pokok adalah membina dan
kelompok yang produktif dan kohesif.
Di
antara banyaknya saran yang patut diperhatikan dalam pendekatan in, Schmuck dan
Schmuck yang dikutip Entang, Joni dan Prayitno (1985) berpendapat bahwa
unsur-unsur Manajemen Kelas dalam rangka pendekatan proses kelompok mencakup :
(1) harapan
yang timbal balik yang realistik dan jelas antara siswa dan guru,
(2) kepemimpinan
yang mengarahkan kegiatan kelompok untuk pencapaian tujuan-tujuan,
(3) pola dan
ikatan persahabatan terbentuk yang mendukung kelompok semakin produktif,
(4) terdapat
pemeliharaan norma kelompok yang semakin produktif, menggantikan norma yang
kurang produktif,
(5) terjalin
komunikasi yang efektif antar anggota kelompok yang terlibat, dan
(6)
terdapat derajat keterikatan yang
terhadap kelompok secara keseluruhan (cohesiveness).
4. Pendekatan Eklektik.
Pendekatan
mi mendasarkan pada pemahaman atas adanya kekuatan dan kelemahan dan kesemua
pendekatan di muka. Pendekatan eklektik Iebih menunjukkan suatu penggunaan
kombinasi dan beberapa pendekatan ketimbang menggunakan satu pendekatan secara
utuh. Jadi dalam prakteknya, guru itu menggabungkan semua aspek terbaik dan
pendekatan-pendekatan yang digunakannya yang secara filosofis, teoritis dan
psikologis dibenarkan (Rachman, 1998/1999: 79).
OIeh
karena itu menurut dia syarat yang perlu dipenuhi guru dalam menerapkan
pendekatan in adalah :
(1) menguasai
pendekatan-pendekatan Manajemen Kelas, dan
(2) dapat
memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur yang sesuai dengan
masalah Manajemen Kelas yang dihadapi.
E.
PROSEDUR MANAJEMEN KELAS
Prosedur
itu merupakan Iangkah-Iangkah yang dapat dilakukan guru dalam mengelola kelas. Prosedur
mi menyangkut dimensi pencegahan (preventif) dan d imensi
pengatasian/penyembuhan (kuratif).
1. Prosedur Dimensi Pencegahan
Prosedur
pencegahan merupakan tindakan yang dilakukan guru dalam mengatur anak didik,
lingkungan dan peralatan kelas, serta format pembelajaran sehingga mendukung
terhdap suasana belajar yang menyenangkan dan pencapaian prestasi belajar yang
tinggi. Dengan kata lain, prosedur pencegahan mi menyangkut segala tindakan
guru sebelum tingkah laku yang menyimpang dan mengganggu proses pengajaran
muncul. Keberhasilan dalam tindakan pencegahan merupakan salah satu indikator
keberhasilan manajemen kelas. Konsekuensinya adalah guru dalam menentukan
langkah-langkah dalam rangka manajemen kelas harus merupakan langkah yang
efektif dan efisien untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Adapaun
langkah-langkah pencegahannya (Rahman : 1998) sebagai berikut
a.
Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Langkah
peningkatan kesadaran din sebagai guru merupakan langkah yang strategis dan
mendasar, karena dengan dimilikinya kesadaran mi akan meningkatkan rasa
tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam
melaksanakan tugasnya. Implikasi adanya kesadaran din sebagai guru akan tampak
pada sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang
harmonisdan berwibawa. Penampakan sikap seperti itu akan menumbuhkan respon dan
tanggapan positif dan peserta didik.
b.
Peningkatan kesdaran peserta didik
Interaksi
positif antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran terjadi apabila
dua kesadaran (kesadaran guru dan peserta didik) bertemu. Kurangnya kesadaran
peserta didik akan menumbuhkan sikap suka marah, mudah tersinggung, yang pada
gilirannya memungkinkan peserta didik melakukan tindakan-tindakan yang kurang
terpuji yang dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka pembelajaran. Untuk
meningkatkan kesadaran peserta didik, maka kepada mereka perlu melaksanakan
hal-hal berikut :
(1)
memberitahukan akan hak dan kewajibannya
sebagai peserta didik,
(2)
memperhatikan kebutuhan, keinginan dan
dorongan para peserta didik,
(3)
menciptakan suasana sal ing pengertian,
saling menghormati dan rasa keterbukaan antara guru dan peserta didik.
c.
Sikap jujur dan tulus dan guru
Guru
hendaknya bersikap jujur dan tulus terhadap peserta didik. Sikap mi mengandung
makna bahwa guru dalam segala tindakannnya tidak boleh berpura-pura bersikap
dan bertindak apa adanya. Sikap dan tindak laku seperti itu sangat membantu
dalam mengelola kelas. Guru dengan sikap dan kepribadiannya sangat mempengaruhi
lingkungan belajar, karena tingkah laku, cara menyikapi dan tindakan guru
merupakan stimulus yang akan direspon atau diberikan reaksi oleh peserta didik.
Kalau stimuli itu positif maka respon atau reaksinya juga positif. Sebaliknya
akalu stimuli itu negatif maka respon atau rekasi yang akan muncul adalah
negatif. Sikap hangat, terbuka, mau mendengarkan harapan atau keluhan para
siswa, akrab dengan guru akan membuka kemungkinan terjadinya interaksi dan
komunikasi wajar antara guru dan peserta didik.
d.
Mengenal dan mengenal alternatif
pengelolaan
Untuk megenal
dan menemukan alternatif pengelolaan, langkah mi menuntut guru:
(1)
melakukan tindakan identifikasi berbagai
penyimpangan tingkah laku peserta didik yang sifatnya invidual maupun kelompok.
Penyimpangan perilaku peserta didik baik individual maupun kelompok tersebut
termasuk penyimpangan yang disengaja dilakukan peserta didik yang hanya sekedar
untuk menarik perhatian guru atau teman-temannya.,
(2)
mengenal berbagai pendekatan dalam
manajemen kelas. Guru hendaknya berusaha menggunakan pendekatan manajemen yang
dianggap tepat untuk mengatasi suatu situasi atau menggantinya dengan
pendekatan yang dipilihnya,
(3)
mempelajari pengalaman guru-guru lainnya
yang gagal atau berhasil sehingga dirinya memiliki alternatif yang bervariasi
dalam menangani berbagai manajemen kelas.
e.
Menciptakan kontrak sosial
Penciptaan
kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan “standar tingkah laku” yang
diharapkan seraya memberi gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannyada
lam memenuhi kebutuhan peserta did ik. Pemenuha n kebutuhan tersebut sifatnya
individual maupun kelompok dan memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Standar
tingkah laku mi dibentuk melalui kontrak sosial antara sekolah/guru dan peserta
didik. Norma atau nilai yang turunnya dan atas dan tidak dan bawah, jadi
sepihak, maka akan terjadi bahwa norma itu kurang dihormati dan ditaati. Oleh
sebab itu, dalam rangka mengelola kelas norma berupa kontrak sosial (tata
tertib) dengan sangsinya yang mengatur kehidupan di dalam kelas, perumusannya
harus dibicarkan atau disetujui oleh guru dan peserta didik. Kebiasaan yang
terjadi dewasa mi bahwa aturan-aturan sebagai standar tingkah laku berasal dan
atas (sekolah/guru). Para peserta didik dalam hal mi hanya menerima saja
apa yang ada. Mereka tidak memiliki pilihan lain untuk menolaknya. Konsekuensi
terhadap kondisi demikianakan memungkinkan timbulnya persoalanpersoalan dalam Manajemen
Kelas karena para peserta didik tidak merasa turut membuat serta memiliki
peraturan sekolah yang sudah ada tersebut.
2. Prosedur Dimensi Pengatasian/ Penyembuhan
Prosedur
Manajemen Kelas yang bersifat kuratif merupakan tindakan yang dilakukan guru
sebagai respon untuk mengatasi tingkah laku anak yang menyimpang atau
mengganggu itu. Dalam hal mi, guru dituntut untuk berusaha menumbuhkan
kesadaran anak dan tanggung jawab memperbaiki tingkah lakunya sehingga yang
bersangkutan bisa kembali berpartisipasi aktif dalam pengajaran.
Usaha
yang bersifat penyembuhan (kuratif) mengikuti langkah-langkah berikut:
a.
Mengidentifikasi masalah
Mengidentifikasi
masalahda langkah mi, guru mengenal atau mengetahui masalah-masalah Manajemen
Kelas yang timbul dalam kelas. Berdasar masalah tersebut guru mengidentifikasi
jenis penyimpangan sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta
didik melakukan penyimpangan tersebut.
b.
Menganalisis masalah
Pada Iangkah mi, guru menganalisis
penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber
dan penyimpangan itu Selanjutnya menentukan aIternatif-aIternatif penangguIangannya.
c.
Menilai alternatif pemecahan masalah
Pada Iangkah mi
guru menilai dan memilih alternatif pemecahan masalah yang dianggap tepat untuk
menanggulangi masalah.
d.
Mendapatkan balikan
Pada Iangkah mi
guru melaksanakan monitoring, dengan maksud menilai keampuhan pelaksanaan dan
alternatif pemecahan yang dipilihuntuk mencapai sasaran yang sesuai dengan yang
direncanakan.Kegiatan kilas balik mi dapat dilaksanakan dg denganngadakan
pertemuan dengan para peserta didik.Maksud pertemuan perlu dijelaskan oleh guru
sehingga peserta didik mengetahui serta menyadari bahwa pertemuan diusahakan dg
dengan penuh ketulusan, semata-mata untuk perbaikan, baik untuk peserta didik
maupun sekolah.