Rabu, 28 Desember 2011

MANAJEMEN KELAS


KONSEP :
MANAJEMEN KELAS
DALAM RANGKA PROSES BELAJAR MENGAJAR (PBM)










A. PENDAHULUAN
Sekolah adalah untuk anak didik. Tugas utama pendidik (guru) adalah mengusahakan agar setiap anak didik dapat belajar dengan efektif; baik secara individual ataupun secara kelompok. Artinya, mereka patut merasa betah atau merasa senang belajar di sekolah dan mereka dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi. Meskipun banyak tempat untuk anak melakukan kegiatan belajar, sesungguhnya filosofi kehadiran sekolah sepatutnya dipandang sebagai tempat terbaik bagi terjadinya proses belajar dan bagi pencapaian prestasi belajar yang tinggi itu.

Kelas merupakan segmen sosial dan kehidupan sekolah secara keseluruhan. Gairah proses belajar dan semangat pencapaian prestasi belajar yang tinggi, amat tergantung pada pembiasaan sehari-hari atas kehidupan yang terjadi di antara guru dan para anak didiknya di dalam kelas. Karena itu manajemen atau pengelolaan atas kelas merupakan hal utama dalam menunjang terciptanya proses belajar yang menyenangkan dan pencapaian prestasi belajar yang tinggi itu.

Kondisi dan kehidupan kelas kita di tingkat pendidikan dasar, khususnya pada Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah masih memprihatinkan. Penampilan fisik kelas yang anak-anak tinggali setiap harinya nampak kurang kondusif atas penciptaan kondisi belajar yang diinginkan. Meja, kursi atau bangku yang mereka duduki kurang sesuai dengan kebutuhan belajar mereka. Kebiasaan bersih, indah dan tertib dalam membuang sampah belum terciptakan dan dalam kelas secara kuat. Kelas-kelas kita di antaranya masih belum asri, bahkan semrawut dan kotor. Sentuhan tangan untuk penataan kelas dan orangorang yang berkepentingan atas pendidikan anak amat terbatas.

Guru-gurupun untuk sebagian di antaranya bekerja dengan caranya yang typical (asal melaksanakan tugas rutin) tanpa mempedulikan apakah kelasnya itu menyenangkan bagi anak atau tidak. Konsep-konsep yang mendasari terwujudnya interaksi di dalam kelas terasa masih miskin. Man,uIative learning materials belum menjadi kepedulian guru dalam mengusahakan linkungan belajar yang Iebih menyenangkan. Pengetahuan psikologis kontemporer guru- guru belum terlihat dalam hubungan implementasi kurikulum dan penciptaan Iingkungan belajar. Selain itu, dukungan birokrasi dan kepemimpinan setiap sekolah belum sepenuhnya muncul. Kelas-kelas kita akhirnya menjadi kurang menarik dan bahkan menjemukan sehingga anak nampak terbelenggu dalam kerangkeng status quo pekerjaan guru/para pendidik.

Kelas-kelas kita mesti berubah! Berubah menjadi Iebih baik; Iebih bermutu dan Iebih menyenangkan anak-anak! Presentasi dan diskusi melalui naskah in diharapkan mendorong para peserta pelatihan memperoleh pemaknaan kembali mengenai arti pentingnya Manajemen Kelas sebagai pendukung terjadinya gairah proses belajar dan pencapaian prestasi belajar yang tinggi.

Secara Iebih khusus melalui kegiatan pelatihan in diharapkan akan diperoleh bekal pengetahuan yang berkaitan dengan pengertian, tujuan, prinsip, pendekatan dan prosedur Manajemen Kelas dalam situasi proses belajar mengajar.


B. KONSEP DASAR MANAJEMEN KELAS
1. Arti Kelas.
Seorang guru sering kurang menyadari mengenai banyaknya kejadian yang melingkupi kehidupan kelasnya. Kelas bukanlah sekedar sekumpulan anak yang melakukan kegiatan belajar di bawah tanggung jawab guru dan sematamata dibatasi oleh keempat dinding/tembok pembatas. Kelas sesungguhnya merupakan Iingkungan yang kompleks dan berbagai peristiwa bisa terjadi. Berikut merupakan aspek-aspek kehidupan kelas dan Doyle (1986) dalam Good dan Brophy (1991: 2) yang patut dipelajari guru terutama untuk bertindak selaku managers:

a.      Multidimensionailty. Terdapat tugas yang berbeda dan berbagai peristiwa muncul di kelas. Laporan kegiatan belajar dan jadwal penyelesaiannya mesti dapat guru kendalikan. Saat anak bekerja haruslah terkontrol. Pekerjaannya harus dapat dikumpulkan dan dievaluasi. Satu peristiwa tertentu sering membawa berbagai akibat. Saat guru menunggu seorang anak untuk menjawab satu pertanyaan saja, pertanyaan lain dan anak lainnya bisa muncul. Hal itu dapat memberi pengaruh positif tetapi tidak mustahil memberi pengaruh negatif sehingga kegiatan belajar anak berlangsung lambat sampai waktunya beristirahat.

b.      Simultaneity. Berbagai kejadian secara bersamaan sering pula muncul di dalam kelas. Saat suatu diskusi berlangsung, seorang guru tidak hanya mendengarkan dan membantu anak memberikan jawaban tetapi juga guru dituntut untuk memperhatikan anak lainnya yang tidak memberikan respon agar suasana kelas tetap terkendali dan berlangsung kondusif dan efektif.

c.      Immediacy. Langkah dan berbagai peristiwa yang terjadi di kelas sesungguhnya berlangsung cepat. Setiap anak umumnya menghendaki respon yang cepat atas kebutuhan belajarnya. Mengevaluasi keterlibatan anak dalam proses pengajaran, dalam satu jam saja, guru sangat mungkin harus melakukannya beberapa kali. Tuntutan untuk memperhatikan kegiatan belajar anak secara individual dan beralih pada kegiatan anak secara kelompok/klasikal, akan terus silih berganti dalam frekuensi yang tinggi dan berlangsung cepat.
d.      Unpredictable and publlc dassroom dilmate. Berbagai peristiwa sering muncul di dalam kelas melalui cara yang tidak terduga oleh guru. Apa yang terjadi pada din anak tertentu sering dapat dilihat dengan cepat oleh anak-anak yang lain, tetapi tidak dengan cepat dapat dipelajari guru. Anak-anak sering pula dapat menangkap apa yang guru rasakan menyangkut tindakannya atas anak lain, dan mereka memberi respon yang tidak terduga terhadap gurunya. Interaksi demikian sering membentuk suatu iklim kelas yang kurang menyenangkan dan tidak lagi kondusif atas proses pengajaran.

e.      History. Setelah suatu penyelenggaraan pengajaran berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan, norma-norma yang berlaku umum di kelas terbentuk dan berbagai pengerUan berkembang. Peristiwa yang muncul di awal tahun menjadi pembuka (bisa positif atau negatif) bagi terjadinya peristiwa-peristiwa berikutnya. Selanjutnya, hal itu berpengaruhi atas fungsi kelas di akhir tahun.


Mengingat hal di atas, maka kelas sepantasnya dipandang sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembangnya semua potensi anak. Karena itu kelas sepantasnya dikelola dengan baik sehingga nyaman dan menyenangkan bagi kegiatan belajar anak. Kelas septutnya rapi, bersih, sehat, tidak lembab, cukup cahaya, adanya sirkulasi udara, perabotnya tertata baik, dan jumlah siswanya tidak terlalu banyak.

Untuk menunjang kenyamanan dan rasa senang anak dalam belajar, selain berbagai aspek kehidupan kelas di muka harus dipahami guru, juga beberapa hal berikut tidak boleh luput dan perhatian mereka, seperti tata ruang kelas, dan perabotnya: papan tulis dan penghapusnya, meja kursi guru, meja kursi anak, lemari kelas, jadwal pelajaran, papan absensi, daftar piket kelas, kalender pendidikan, gambar-gambar, tempat cuci tangan dan lap tangan, tempat sampah, sapu lidi, sapu ijuk, sapu moceng, pajangan pekerjaan anak, kapur, dan lain-lainnya.


2. Pentingnya Manajemen Kelas.
Sesungguhnya keberhasilan pengajaran tidaklah dapat dipisahkan dan keseriusan usaha dan semangat guru mengelola kelasnya. Good dan Brophy (1991: 2) mensinyalir bahwa kegagalan guru mengembangkan potensi dirinya dalam pengajaran bukanlah karena mereka tidak menguasai mata pelajaran tetapi mereka itu tidak mengerti siapa murid-muridnya dan apa kelas itu sesungguhnya.


Leinhardt dan Smith (1985) dikutip Good dan Brophy (1991) menyimpulkan adanya dua pengetahuan yang patut dipahami guru agar pengajaranya Iebih efektif, yaitu :
(1)  subject matter knowledge, dan
(2)  action- system knowledge. Yang pertama mencakup informasi spesifik yang dibutuhkan untuk menyajikan isi pelajaran, sedangkan yang kedua menyangkut pengetahuan siapa dan bagaimana anak belajar dan berkembang; bagaimana kelas dikelola; bagaimana informasi/konsep diterangkan; dan bagaimana tugastugas secara efektif diberikan.

Menoleh dasar psikologis anak untuk kepentingan Manajemen Kelas. Kita bisa saja berdiskusi panjang lebar: apakah guru-guru pada MI. dan MTs. selama mi memahami betul siapa anak didik itu ? Dengan kata lain, dilihat dan perkembangan fisiknya/motoriknya, sosia 1/emosi/mora lnya, dan bahasanya/kog nisinya, siapakah mereka itu sebenarnya? La lu bagaimana mereka itu belajar?

Ambil saja satu contoh bahwa anak usia MI itu secara sosial sedang berkembang kompetensi-kompetensi sosialnya yang positif dan produktif, seperti kemampuan bekerjasama, kesadaran kompetisi, menghargai karya orang lain, toleran, kekeluargaan, dan perkembangan aspek budaya lainnya (Johar:1998/1999).
 Dalam hubungan mi prinsip yang relevan untuk suatu Manajemen Kelas adalah guru setiap harinya menyediakan kesempatan untuk anak bekerja/belajar secara kelompok.
Coba kita pikirkan lebih lanjut, lebih detail dan mungkin lebih radikal:

bentuk meja-kursi atau bangku yang bagaimanakah yang memungkinkan anak belajar secara kelompok setiap harinya di dalam kelas itu ? Apakah bentuk bangku (meja-kuri yang disatukan konstruksinya) yang keras dan berat, terbuat dan kayu jati warisan pengaruh Zaman Penjajahan Belanda itu masih relevan untuk memenuhi tuntutan kegiatan belajar kelompok anak ? Saya lebih suka mengatakan bentuk bangku semacam itu sebagai bangku zaman tai kotok di lebuan! Artinya, bangku itu sudah out of date!

Hal lain yang mendesak patut guru pahami adalah bagaimana anak itu sesungguhnya belajar ? Ambil satu pandangan yang lebih kontemporer (faham konstruktivistik) dan Piaget ! Piaget berpendapat bahwa anak itu seorang pelajar yang aktif. Mereka membentuk atau menyusun pengetahuan mereka sendiri pada saat mereka menyesuaikan pikirannya; sebagaimana terjadi ketika mereka mengeksplorasi lingkungannya untuk kemudian tumbuh pemikiran-pemikiran logisnya (Johar: 1998/1999).

Pendapat di atas mengisyaratkan antara lain bahwa guru penting memberi kebebasan kepada anak; dan kelas sepatutnya merupakan lingkungan yang dapat dieksplorasi anak secara efektif. Pertanyaan kritis lain bisa diungkapkan: apakah guru-guru yang masih feodalistik mampu berubah dan ikhlas memberi kebebasan kepada anak didiknya untuk belajar melalui eksplorasi lingkungan ? Lingkungan kelas yang bagaimana yang memberi kebebasan dan memungkinkan anak melakukan eksplorasi semacam itu ? Apkah kelas-kelas yang typical dengan meja-kursi yang berderet dan miskin akan manipulative learning materials bisa kondusif atas gairan proses belajar dan pencapaian prestasi belajar yang tinggi ?
Satu hal lagi: Bagaimana respon kita atas pendapat Power (1976) yang dikutip Good dan Brophy (1991) tentang adanya tipe anak di dalam kelas ? Kenyataan itu tentu saja menghendaki adanya perlakuan-perlakuan guru yang variatif dalam mengembangkan metodologi pengajaran sekaligus Manajemen Kelasnya. Silahkah renungkan :
a.      Successful students. Anak bertipe mi berorientasi pada tugas dan sukses secara akademik dan bersifat kooperatif. Mereka itu selalu berpartisipasi aktif dalam pengajaran, selalu ingin melengkapi dan mengoreksi tugastugasnya serta kreatif dalam merespon masalah-masalah disiplin. Mereka itu menyukai sekolahnya dan disukai guru-guru dan teman-temannya.

b.      Social students. Anak dengan tipe mi lebih berorientasi secara sosial daripada berorientasi tugas. Mereka memiliki kemampuan untuk mencapai suatu prestasi dengan cara berteman daripada mengerjakan tugasnya. Mereka cenderung lebih banyak teman dan menjadi populer di kalangan teman-temannya. Namun demikian, anak-anak tipe mi kadang kurang disukai guru-guru karena frekuensi sosialisasi mereka menimbulkan masalah manajemen.
c.     
c. Dependent students. Anak tipe demikian memandang guru sebagai pihak yang suka memberi dukungan dan bantuan. Mereka sering meminta tambahan penjelasan dan pertolongan Iebih dan yang lain. Guru-guru umumnya peduli atas kemajuan belajar naak-anak demikian dan bersedia memberi bantuan berikutnya. Teman-temannya kadang cemburu dan menolak kehadiran mereka karena mereka dipandang tidak matang secara sosial.


d.      Allenated students. Tipe mi menunjukkan anak yang malas hingga potensial untuk tinggal kelas atau drop-out. Secara ekstrim anak demikian menolak untuk bersekolah dan berbagai hal yang diwajibkan sekolah kepadanya. Beberapa di antara mereka mengembangkan permusuhan dan menciptakan kekacauan melalui agresi dan penyerangan. Mereka kadang menduduki jan kedua tangannya di kelas dan menolak untuk berpartisipasi. Guru biasanya menolak anak yang memiliki tipe mi dan bersikap acuh tak acuh atas ekspresi pasif mereka.

e.      Phantom students. Tipe anak demikian memiliki latar belakang yang kurang menguntungkan. Merekapun kurang mendapat perhatian keluarganya, sehingga kadang mereka itu pemalu, sering ketakutan, gugup dan berdiam din. Mereka bekerja namun tidak responsif atau aktif. Merekapun bukan sukarelawan tetapi juga mereka bukan pencipta kekacauan. Mereka itu pasif ! Guru dan teman-temannya biasanya tidak mengetahui bahwa kondisi mereka sekalipun mereka itu anak baik atau berpikir untuk berinteraksi dengannya.

Dasar psikologis di atas sengaja disinggung untuk menunjukkan betapa hal itu memiliki implikasi langsung terhadap pekerjaan guru mengelola kelasnya. Brooks dan Brooks (1993: 17) mengembangkan dasar psikologis itu ke dalam pemahaman paradigma kontras antara traditional classrooms dan construct/v/st classrooms (lihat lampiran).

3. Misi dan Tujuan Manajemen Kelas
Jelas kiranya bahwa dasar psikologis itu menekankan kepentingan pendidikan anak. OIeh karenanya missi utama yang dikembangkan untuk mengelola kelas yang efektif adalah :
(1)  tersedianya Iingkungan belajar yang mendukung gairah proses belajar dan
(2)  banyaknya keterlibatan (waktu yang dihabiskan) anak dalam aktivitas belajar sehingga mendukung pencapaian prestasi belajar yang tinggi.

Adapun tujuan Manajemen Kelas dikemukakan Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen (1996) yang dikutip Rachman (1998/1999: 15), adalah :
a.      Mewujudkan kondisi kelas baik sebagai Iingkungan belajar ataupun sebagai kelompok belajar yang memungkinkan berkembangnya kemampuan masing-masing siswa.
b.      Menghilangkan berbagai hambatan yang merintangi interaksi belajar yang efektif.
c.      Menyediakan fasilitas atau peralatan dan mengaturnya hingga kondusif bagi kegiatan belajar siswa yang sesuai dengan tuntutan pertumbuhan dan perkembangan sosial, emosional dan intelektualnya.
d.      Membina perilaku siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan keindividualannya.




4. Arti Manajemen Kelas.
Kali mi kita mencoba mendiskusikan arti Manajemen Kelas. Tentu saja banyak pengertian atau definisi mengenai Manajemen Kelas i. Namun demikian, dan beberapa pengertian berikut (FTP IKIP Bandung: 1999), kira-kira manakah pengertian Manajemen Kelas yang menurut bapak/ibu/saudara pallng berkenan?

a.      Manajemen Kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas.
b.      Manajemen Kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa.
c.      Manajemen Kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk memgembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan.
d.      Manajemen Kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan hubungan soioemosional kelas yang positif.
e.      Manajemen Kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.

Selanjutnya, kemukakanlah alasan mengapa pengertian yang satu itu dipilih bapak/ibu/saudara? Berdasarkan pengertian Manajemen Kelas yang telah diuraikan di muka, maka Manajemen Kelas yang ditampilkan seorang guru dapat lebih bersifat otoritatif, demokratis atau bersifat laissez-faire. Sifat penampilan Manajemen Kelas mi bukanlah menunjukkan baik-buruknya penampilan guru dalam mengelola kelas. Baik-buruk Manajemen Kelas itu sepatutnya terkait dengan masalah efektivitas dan efektivitas Manajemen Kelas tersebut amat tergantung pada unsur-unsur yang dipelajari.

Mari kita berdiskusi soal efektivitas Manajemen Kelas yang mungkin ditampilkan guru dengan menganalisis unsur kematangan si anak, perilaku anak dalam pencapaian tujuan dan sifat situasi yang dihadapi.

Memperhatikan hasil analisis di atas, maka akan diperoleh pengertian Manajemen Kelas yang pluralistik. Pengertian demikian menerangkan bahwa Manajemen Kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan, mengembangkan hubungan interpersonal dan iklim sosio-emosional yang positif serta mengembangkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif dan produktif. Semua pengertian Manajemen Kelas di muka berlaku.


C. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KELAS
Kita mulai dengan beberapa asumsi untuk mengembangkan prinsipprinsip umum suatu Manajemen Kelas yang baik. Asumsi berikut dikembangkan oleh Good dan Brophy (1991: 199), yaitu:
1.      Anak-anak itu suka mengikuti aturan karena memang mereka itu mengerti dan menerimanya.
2.      Masalah disiplin kelas dapat dikurangi manakala si anak terlibat secara teratur dalam aktivitas (belajar) yang bermakna yang mendorong minat dan sikapnya.
3.      Manajemen atau pengelolaan (kelas) hendaklah Iebih didekati dan tujuan memaksimalkan atau menghabiskan banyaknya waktu anak untuk terlibat dalam kegiatan produktif; daripada mendasarkan pada sudut pandangan yang negatif menekankan pengawasan atas perilaku anak yang menyimpang, dan
4.      Tujuan guru adalah mengembangkan self controldalam din anak dan bukan semata-mata melakukan pengawasan yang menekan atas din mereka.
Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, dapatlah dikembangkan prinsip prinsip Manajemen Kelas sebagai berikut :
1.        Bahwa setiap aturan dan prosedur yang mengikat dan ditempuh haruslah direncanakan tenlebih dahulu sebelum hal itu dapat dilangsungkan.
2.        Aturan-aturan yang ditetapkan dan prosedur yang ditempuh itu harus jelas dan dibutuhkan.
3.        Biarkan anak mengasumsikan tanggung jawabnya secara independent.
4.        Kurangi gangguan dan ketenlambatan atau penundaan.
5.        Rencanakan kegiatan belajar yang independent atau individual dan juga kegiatan belajar kelompok.

Prinsip-prinsip lainnya dikembangkan Bolla (1985: 5-6), yaitu:
1.      Dalam setiap kegiatan Manajemen Kelas (termasuk belajar mengajar), antusias dan kehangatan guru harus ditunjukkan
2.      Setiap tutur kata, tindakan dan tugas-tugas yang diberikan kepada anak menantang; tidak menimbulkan kebosanan tetapi justeru menimbulkan gairah belajar yang produktif.
3.      Penggunaan variasi dalam alat, media, metoda dan gaya berinteraksi adalah kunci sukses Manajemen Kelas.
4.      Kewaspadaan akan jalannya proses kegiatan belajar-mengajar dan kemungkinan terjadinya berbagai gangguan mengharuskan guru bersikap dan bertindak luwes.
5.      Biasakanlah pemusatan pikiran secara positif dan menghindar pada hal-hal yang negatif.
6.      Manajemen Kelas tidak bisa lepas dan kepentingan anak untuk berdisiplin atas dirinya sendiri. Karena itu guru sepantasnya berdisiplin pada dirinya send in agar di hadapan anak menjadi teladan.
D. PENDEKATAN DALAM MANAJEMEN KELAS
Beberapa pendekatan untuk Manajemen Kelas yang dapat dipelajari dan berbagai sumber, dapatlah dikemukakan paling tidak mencakup pendekatan perubahan ting kah laku, pendekatan penciptaan iklim sosio-emosiona I, pendekatan proses kelompok, dan pendekatan eklektik (Entang, Joni, dan Prayitno: 1985).

1. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku (Behavior Modification).
Manajemen Kelas menurut pendekatan mi mendasarkan pada asumsi bahwa :
(1)    semua tingkah laku anak, yang baik atau yang kurang baik, merupakan hasil proses belajar, dan
(2)    terdapat proses psikologis yang fundamental untuk menjelaskan terjadinya proses belajar yang dimaksud.

Adapun proses psikologis yang dimaksudkan itu adalah :
(1)  penguatan positif atau positive reinforcement,
(2)  hukuman,
(3)  penghapusan, dan
(4)  penguatan negatif atau negative reinforcement.

Menurut pendekatan itu, untuk membina suatu tingkah laku anak yang dikehendaki maka guru dituntut untuk memberi penguatan positif atau memberi dorongan positif sebagai ganjaran dan guru dituntut pula untuk memberi penguatan negatif yakni menghilangkan hukuman atau stimulus negatif. Selanjutnya untuk mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki, guru dituntut untuk menggunakan hukuman atau pemberian stimulus negatif, dan melakukan penghapusan atau pembatalan pemberiaan ganjaran.


2. Pendekatan Penciptaan Iklim Sosio - Emosional
    (Socio- Emotional Climate).
Penelolaan kelas menurut pendekatan mi mendasarkan pada asumsi bahwa:
(1)    proses pengajaran yang efektif mensyaratkan iklim sosio-emosional yang baik atau adanya jalinan hubungan inter-personal yang baik di antara pihak yang terlibat dengan proses pengajaran itu, dan
(2)    guru merupakan key-person dalam pembentukan iklim sosio-emosional yang dimaksudkan.




Banyak saran yang dapat dipelajari guna membantu guru menciptakan iklim soio-emosional yang kondusif bagi efektivitas pengajaran. Namun demikian beberapa hal yang dianggap penting adalah sikap dan kebiasaan guru untuk tampil jujur, tulus dan terbuka; bersemangat, dinamis dan enerjik. Hal lainnya adalah kesadaran din; menerima dan mengerti siapa anak didiknya dengan penuh rasa simpati.

Selain itu yang tidak kurang pentingnya adalah keterampilan berkomunikasi secara efektif, kemampuan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat, kemampuan mengembangkan prosedur pemecahan masalah, kemampuan mengembangkan rasa tanggung jawab sosial, dan kemampuan mengembangkan iklim dan suasana
belajar yang demokratis, terbuka.

3. Pendekatan Proses Kelompok (Group Processes).
Manajemen Kelas menurut pendekatan mi mendasarkan pada asumsi :
(1)    pengalaman belajar (bersekolah) berlangsung dalam konteks atau kelompok sosial, dan
(2)    tugas guru yang pokok adalah membina dan kelompok yang produktif dan kohesif.

Di antara banyaknya saran yang patut diperhatikan dalam pendekatan in, Schmuck dan Schmuck yang dikutip Entang, Joni dan Prayitno (1985) berpendapat bahwa unsur-unsur Manajemen Kelas dalam rangka pendekatan proses kelompok mencakup :
(1)  harapan yang timbal balik yang realistik dan jelas antara siswa dan guru,
(2)  kepemimpinan yang mengarahkan kegiatan kelompok untuk pencapaian tujuan-tujuan,
(3)  pola dan ikatan persahabatan terbentuk yang mendukung kelompok semakin produktif,
(4)  terdapat pemeliharaan norma kelompok yang semakin produktif, menggantikan norma yang kurang produktif,
(5)  terjalin komunikasi yang efektif antar anggota kelompok yang terlibat, dan
(6)  terdapat derajat keterikatan yang terhadap kelompok secara keseluruhan (cohesiveness).


4. Pendekatan Eklektik.
Pendekatan mi mendasarkan pada pemahaman atas adanya kekuatan dan kelemahan dan kesemua pendekatan di muka. Pendekatan eklektik Iebih menunjukkan suatu penggunaan kombinasi dan beberapa pendekatan ketimbang menggunakan satu pendekatan secara utuh. Jadi dalam prakteknya, guru itu menggabungkan semua aspek terbaik dan pendekatan-pendekatan yang digunakannya yang secara filosofis, teoritis dan psikologis dibenarkan (Rachman, 1998/1999: 79).
OIeh karena itu menurut dia syarat yang perlu dipenuhi guru dalam menerapkan pendekatan in adalah :
(1)  menguasai pendekatan-pendekatan Manajemen Kelas, dan
(2)  dapat memilih pendekatan yang tepat dan melaksanakan prosedur yang sesuai dengan masalah Manajemen Kelas yang dihadapi.


E. PROSEDUR MANAJEMEN KELAS
Prosedur itu merupakan Iangkah-Iangkah yang dapat dilakukan guru dalam mengelola kelas. Prosedur mi menyangkut dimensi pencegahan (preventif) dan d imensi pengatasian/penyembuhan (kuratif).

1. Prosedur Dimensi Pencegahan
Prosedur pencegahan merupakan tindakan yang dilakukan guru dalam mengatur anak didik, lingkungan dan peralatan kelas, serta format pembelajaran sehingga mendukung terhdap suasana belajar yang menyenangkan dan pencapaian prestasi belajar yang tinggi. Dengan kata lain, prosedur pencegahan mi menyangkut segala tindakan guru sebelum tingkah laku yang menyimpang dan mengganggu proses pengajaran muncul. Keberhasilan dalam tindakan pencegahan merupakan salah satu indikator keberhasilan manajemen kelas. Konsekuensinya adalah guru dalam menentukan langkah-langkah dalam rangka manajemen kelas harus merupakan langkah yang efektif dan efisien untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Adapaun langkah-langkah pencegahannya (Rahman : 1998) sebagai berikut
a.      Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Langkah peningkatan kesadaran din sebagai guru merupakan langkah yang strategis dan mendasar, karena dengan dimilikinya kesadaran mi akan meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang merupakan modal dasar bagi guru dalam melaksanakan tugasnya. Implikasi adanya kesadaran din sebagai guru akan tampak pada sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonisdan berwibawa. Penampakan sikap seperti itu akan menumbuhkan respon dan tanggapan positif dan peserta didik.

b.      Peningkatan kesdaran peserta didik
Interaksi positif antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran terjadi apabila dua kesadaran (kesadaran guru dan peserta didik) bertemu. Kurangnya kesadaran peserta didik akan menumbuhkan sikap suka marah, mudah tersinggung, yang pada gilirannya memungkinkan peserta didik melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji yang dapat mengganggu kondisi optimal dalam rangka pembelajaran. Untuk meningkatkan kesadaran peserta didik, maka kepada mereka perlu melaksanakan hal-hal berikut :
(1)    memberitahukan akan hak dan kewajibannya sebagai peserta didik,
(2)    memperhatikan kebutuhan, keinginan dan dorongan para peserta didik,
(3)    menciptakan suasana sal ing pengertian, saling menghormati dan rasa keterbukaan antara guru dan peserta didik.

c.      Sikap jujur dan tulus dan guru
Guru hendaknya bersikap jujur dan tulus terhadap peserta didik. Sikap mi mengandung makna bahwa guru dalam segala tindakannnya tidak boleh berpura-pura bersikap dan bertindak apa adanya. Sikap dan tindak laku seperti itu sangat membantu dalam mengelola kelas. Guru dengan sikap dan kepribadiannya sangat mempengaruhi lingkungan belajar, karena tingkah laku, cara menyikapi dan tindakan guru merupakan stimulus yang akan direspon atau diberikan reaksi oleh peserta didik. Kalau stimuli itu positif maka respon atau reaksinya juga positif. Sebaliknya akalu stimuli itu negatif maka respon atau rekasi yang akan muncul adalah negatif. Sikap hangat, terbuka, mau mendengarkan harapan atau keluhan para siswa, akrab dengan guru akan membuka kemungkinan terjadinya interaksi dan komunikasi wajar antara guru dan peserta didik.

d.      Mengenal dan mengenal alternatif pengelolaan
Untuk megenal dan menemukan alternatif pengelolaan, langkah mi menuntut guru:
(1)    melakukan tindakan identifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku peserta didik yang sifatnya invidual maupun kelompok. Penyimpangan perilaku peserta didik baik individual maupun kelompok tersebut termasuk penyimpangan yang disengaja dilakukan peserta didik yang hanya sekedar untuk menarik perhatian guru atau teman-temannya.,
(2)    mengenal berbagai pendekatan dalam manajemen kelas. Guru hendaknya berusaha menggunakan pendekatan manajemen yang dianggap tepat untuk mengatasi suatu situasi atau menggantinya dengan pendekatan yang dipilihnya,
(3)    mempelajari pengalaman guru-guru lainnya yang gagal atau berhasil sehingga dirinya memiliki alternatif yang bervariasi dalam menangani berbagai manajemen kelas.

e.      Menciptakan kontrak sosial
Penciptaan kontrak sosial pada dasarnya berkaitan dengan “standar tingkah laku” yang diharapkan seraya memberi gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasannyada lam memenuhi kebutuhan peserta did ik. Pemenuha n kebutuhan tersebut sifatnya individual maupun kelompok dan memenuhi tuntutan dan kebutuhan sekolah. Standar tingkah laku mi dibentuk melalui kontrak sosial antara sekolah/guru dan peserta didik. Norma atau nilai yang turunnya dan atas dan tidak dan bawah, jadi sepihak, maka akan terjadi bahwa norma itu kurang dihormati dan ditaati. Oleh sebab itu, dalam rangka mengelola kelas norma berupa kontrak sosial (tata tertib) dengan sangsinya yang mengatur kehidupan di dalam kelas, perumusannya harus dibicarkan atau disetujui oleh guru dan peserta didik. Kebiasaan yang terjadi dewasa mi bahwa aturan-aturan sebagai standar tingkah laku berasal dan atas (sekolah/guru). Para peserta didik dalam hal mi hanya menerima saja apa yang ada. Mereka tidak memiliki pilihan lain untuk menolaknya. Konsekuensi terhadap kondisi demikianakan memungkinkan timbulnya persoalanpersoalan dalam Manajemen Kelas karena para peserta didik tidak merasa turut membuat serta memiliki peraturan sekolah yang sudah ada tersebut.


2. Prosedur Dimensi Pengatasian/ Penyembuhan
Prosedur Manajemen Kelas yang bersifat kuratif merupakan tindakan yang dilakukan guru sebagai respon untuk mengatasi tingkah laku anak yang menyimpang atau mengganggu itu. Dalam hal mi, guru dituntut untuk berusaha menumbuhkan kesadaran anak dan tanggung jawab memperbaiki tingkah lakunya sehingga yang bersangkutan bisa kembali berpartisipasi aktif dalam pengajaran.
Usaha yang bersifat penyembuhan (kuratif) mengikuti langkah-langkah berikut:
a.      Mengidentifikasi masalah
Mengidentifikasi masalahda langkah mi, guru mengenal atau mengetahui masalah-masalah Manajemen Kelas yang timbul dalam kelas. Berdasar masalah tersebut guru mengidentifikasi jenis penyimpangan sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik melakukan penyimpangan tersebut.
b.      Menganalisis masalah
Pada Iangkah mi, guru menganalisis penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber dan penyimpangan itu Selanjutnya menentukan aIternatif-aIternatif penangguIangannya.
c.      Menilai alternatif pemecahan masalah
Pada Iangkah mi guru menilai dan memilih alternatif pemecahan masalah yang dianggap tepat untuk menanggulangi masalah.
d.      Mendapatkan balikan
Pada Iangkah mi guru melaksanakan monitoring, dengan maksud menilai keampuhan pelaksanaan dan alternatif pemecahan yang dipilihuntuk mencapai sasaran yang sesuai dengan yang direncanakan.Kegiatan kilas balik mi dapat dilaksanakan dg denganngadakan pertemuan dengan para peserta didik.Maksud pertemuan perlu dijelaskan oleh guru sehingga peserta didik mengetahui serta menyadari bahwa pertemuan diusahakan dg dengan penuh ketulusan, semata-mata untuk perbaikan, baik untuk peserta didik maupun sekolah.