REDISTRIBUSI
GURU SEBAGAI KEPATUTAN UNTUK PENJAGAAN MUTU PENDIDIKAN Kamis, 2
Februari 2012
REDISTRIBUSI
GURU SEBAGAI KEPATUTAN
UNTUK
PENJAGAAN MUTU PENDIDIKAN
Oleh Drs. Abd. Wafi, M.Pd. *)
Pendahuluan
Momentum
untuk menciptakan perubahan yang lebih baik dan lebih bermanfaat pada dunia
pendidikan telah muncul. Mulai Januari 2012, lima kementerian sepakat untuk
melakukan penataan dan pemerataan guru pegawai negeri sipil (PNS). Hal itu
dilakukan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan yang merata di seluruh
Indonesia. Kesepakatan lima menteri ini sudah ditandatangani melalui peraturan
bersama. Ini tindak lanjut dari instruksi Presiden mengenai regulasi pemerataan
distribusi guru yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud).
Adapun
tujuan perumusan peraturan bersama ini adalah meningkatkan mutu pendidikan di
seluruh Indonesia. Dengan demikian, kebutuhan guru, khususnya pada jenjang
pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini nonformal dan
informal (PAUDNI) dapat terpenuhi.
Dengan
diberlakukannya desentralisasi, pemerintahan daerah perlu melakukan pengelolaan
guru dengan lebih cermat lagi, terutama dalam masalah perencanaan,
pengangkatan, penempatan dan pembinaan guru. Fakta menunjukkan bahwa rasio
guru-siswa Indonesia terbilang sangat cukup, bahkan cukup baik, jika
dibandingkan dengan beberapa negara maju lainnya. Namun, pendistribusian guru
belumlah merata. Karena itu penataan ini jadi penting karena jumlah guru yang
memasuki masa pensiun hingga 2014 cukup besar, sementara rasio guru-siswa cukup
baik.
Peraturan
bersama tentang penataan dan pemerataan guru PNS tak hanya mengatur tanggung
jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peraturan tersebut
juga mengatur soal sanksi bagi yang tidak melaksanakannya. Sanksi akan
diberikan kepada daerah yang tidak melakukan penataan dan pemerataan guru yang
berpegang pada rekomendasi Kemdikbud.
Redistribusi
Guru
Menteri
Pendidikandan Kebudayaan Muhammad Nuh mengungkapkan, ditandatanganinya Surat
Keputusan Bersama (SKB) lima menteri adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan
di seluruh Indonesia. Menurutnya, ruh yang terdapat dalam SKB lima menteri itu
adalah untuk menarik seluruh urusan tata kelola guru yang tahun ini ditangani
oleh pemerintah kabupaten/kota kembali menjadi wewenang pemerintah provinsi dan
pusat.
Intisari
SKB itu adalah soal distribusi guru. Jadi kalau ada kelebihan atau kekurangan
guru di tingkat provinsi, maka gubernur punya kewenangan untuk mendistribusi
guru antar kabupaten. Pada kenyataanya, saat ini terdapat kekurangan atau
kelebihan guru pada satuan pendidikan, pada suatu kabupaten/kota dan/atau
provinsi serta adanya alih fungsi guru sehingga menimbulkan kesenjangan
pemerataan guru antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis
pendidikan, antar kabupaten/kota dan antar provinsi.
Selanjutnya
untuk menjamin pemerataan guru antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan
antar jenis pendidikan, antar kabupaten/kota, dan/atau antar provinsi dalam
upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara
nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai neger isipil
dapat dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota dan provinsi
lain.
Sedangkan
mengenai ruang lingkup guru PNS yang dimaksud dalam Peraturan Bersama ini
adalah guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru bimbingan dan
konseling/konselor pada satuan pendidikan taman kanak-kanak/taman kanak-kanak
luar biasa/raudhatul athfal/bustanul athfal, sekolah dasar/sekolah dasar luar
biasa/madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama/sekolah menengah pertama
luar biasa/madrasah tsanawiyah, dan sekolah menengah atas/sekolah menengah atas
luar biasa/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah/madrasah aliyah kejuruan
dan bentuk lain yang sederajat yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah.
Sosial
Efek dan Rekomendasi
Tujuan
perumusan peraturan bersama ini adalah meningkatkan mutu pendidikan di seluruh
Indonesia. Dengan demikian, kebutuhan guru, khususnya pada jenjang pendidikan
dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini nonformal dan informal dapat
terpenuhi. Dengan diberlakukannya desentralisasi pemerintahan, daerah perlu
melakukan pengelolaan guru dengan lebih cermat lagi, terutama dalam masalah
perencanaan, pengangkatan, penempatan, dan pembinaan guru.
Sejak
ditandatangani Surat Keputusan Bersama(SKB) pada tanggal 03 Oktober 2011
sebagian besar kabupaten/kota menyambut baik dan berharap besar akan adanya
perubahan yang lebih baik terhadap layanan mutu pendidikan dilapangan. SKB lima
menteri dirumuskan untuk peningkatan mutu pendidikan di seluruh Indonesia
dengan menarik kembali urusan guru dari kabupaten/kota ke provinsi dan pusat.
SKB
lima menteri juga dibuat untuk menjawab keluhan dan permasalahan terkait distribusi
guru. Sebab, di beberapa daerah sering kali ditemukan jumlah guru yang melebihi
kebutuhan, sedangkan di daerah lainnya justru kekurangan guru.Walaupun
sejujurnya harus diakui, pada saat sekarang ini guru masih menghadapi persoalan
yang sama yaitu: terkait kompetensi, profesionalitas, dan distribusi.
Permasalahan tersebut seyogyanya menjadi prioritas untuk segera diselesaikan.
Terkait
dengan peningkatan kompetensi, saat ini Kemdikbud tengah berkonsentrasi pada
proses pengaderan, mempersiapkan secara matang kompetensi para calon guru yang
masih berada di perguruan tinggi. Salah satunya dengan mengasramakan para calon
guru yang telah memasuki semester ketujuh. Setelah diasramakan, para calon guru
akan dikirim ke daerah untuk uji kemampuan dan belajar mengenal berbagai macam
medan mengajar.
Di
asrama, karakter dan kepribadian para calon guru akan terbentuk. Sedangkan di
daerah, kesiapan para guru akan ditempa. Setelah lulus akan disertifikasi.
Tidak hanya gelar sarjana pendidikan, tetapi juga hak untuk mengajar, dan
nantinya para calon guru ini dapat menjadi prioritas di daerah masing-masing.
Secara
jujur harus diakui bahwa, persoalan distribusi guru hingga kini masih timpang
sehingga terkesan persoalan mendasar tentang guru ada pada kekurangan jumlah
yang bersifat menahun, yang berdampak terhadap kualitas layanan pendidikan.
Apabila hal tersebut tidak segera direspon dengan kebijakan yang jitu dan
efektif, maka akan berdampak pada amburadulnya dunia pendidikan. Padahal jika
ditelaah lebih mendalam dan serius ditemukan, bahwa distribusi guru menjadi
barometer kualitas layanan pendidikan. Oleh karenanya penataan dan pemerataan
guru pegawai negeri sipil menjadi kepatutan yang harus segera diimplementasikan
di lapangan.
Sebenarnya
persoalan distribusi guru sudah menjadi masalah tahunan yang terus terjadi.
Namun, hingga saat ini belum ada strategi jitu untuk menghasilkan solusi yang
signifikan. Kekurangan guru akibat distribusi yang tidak merata bahkan semakin
parah karena masalah ini tidak hanya dialami oleh daerah-daerah terpencil di
luar Pulau Jawa, tetapi juga terjadi di Pulau Jawa, bahkan di kabupaten/kota
yang jaraknya tidak begitu jauh dari DKI Jakarta. Karena itu munculnya SKB ini
diharapkan dapat dijadikan momentum untuk mengevaluasi pelaksanaan otonomi
daerah (Otoda), khususnya dalam sektor pendidikan. Berdasarkan pengalaman yang
kurang menguntungkan, maka seyogyanya persoalan guru tidak ikut
didesentralisasi, karena akan dapat merugikan dunia pendidikan.
Akhirnya,
apa yang dapat disimpulkan dari lahirnya SKB 5 Menteri mengenai distribusi
guru? Asal dilakukan secara matang, serius dan konsisten, maka penarikan
kewenangan kembali ke pusat, dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baik sebagai
bagian untuk mengontrol mutu pendidikan nasional.
Otonomi
pendidikan, memang cukup layak untuk dievaluasi agar pendidikan tidak menjadi
korban. Boleh saja ada pendapat yang mengatakan bahwa beri kesempatan dulu bagi
pemerintah daerah untuk mampu mengelola pendidikan secara otonom. “Kalau tidak
diberi kesempatan, kapan pemerintah daerah bisa belajar agar dapat memiliki
kemampuan yang memadai?” kira-kira demikian pendapatnya.
*)
Staf Seksi Kurikulum Bidang Mapenda Kanwil Kemenag Prov. Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar