Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarokatuh....
Bismillahirrahmaanirrahiim....
Halal
bihalal, dua kata berangkai yang sering diucapkan dalam suasana
Idul Fitri,
adalah satu dari istilah-istilah “keagamaan” yang hanya dikenal oleh masyarakat
Indonesia.
Istilah tersebut seringkali menimbulkan tanda tanya tentang maknanya, bahkan kebenaranya dalam segi bahasa, walaupun semua pihak menyadari tujuannya adalah menciptakan keharmonisan antara sesama.
Istilah tersebut seringkali menimbulkan tanda tanya tentang maknanya, bahkan kebenaranya dalam segi bahasa, walaupun semua pihak menyadari tujuannya adalah menciptakan keharmonisan antara sesama.
Hemat
saya paling tidak ada dua makna yang dapat dikemukakan menyangkut pengertian
istilah tersebut, yang ditinjau dari dua pandangan. Yaitu, pertama, bertitik
tolak dari pandangan hukum Islam dan kedua berpijak pada arti kebahasaan.
Menurut
pandangan pertama – dari segi hukum – kata halal biasanya dihadapkan dengan
kata haram. Haram adalah sesuatu yang terlarang sehingga pelanggarannya
berakibat dosa dan mengundang siksa, demikian kata para pakar hukum. Sementara
halal adalah sesuatu yang diperbolehkan dan tidak mengundang dosa. Jika
demikian halal bihalal adalah menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang
tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal dengan jalan mohon maaf.
Pengertian
seperti yang dikemukakan di atas pada hakikatnya belum menunjang tujuan
keharmonisan hubungan, karena dalam bagian halal terdapat sesuatu yang makruh
atau yang tidak disenangi dan sebaiknya tidak dikerjakan. Pemutusan hubungan
(suami-istri, misalnya) merupakan sesuatu yang halal tapi paling dibenci Tuhan.
Atas dasar itu, ada baiknya makna halal bihalal tidak dikaitkan dengan
pengertian hukum.
Menurut
pandangan kedua – dari segi bahasa – akar kata halal yang kemudian membentuk
berbagai bentukan kata, mempunyai arti yang beraneka ragam, sesuai dengan
bentuk dan rangkaian kata berikutnya. Makna-makna yang diciptakan oleh
bentukan-bentukan tersebut, antara lain, berarti “menyelesaikan problem”,
“meluruskan benang kusut”, “melepaskan ikatan”, dan “mencairkan yang beku”.
Jika
demikian, ber-halal bihalal merupakan suatu bentuk aktifitas yang mengantarkan
para pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang
tadinya membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan yang membelenggu,
serta menyelesaikan kesulitan dan problem yang menghalang terjalinnya
keharmonisan hubungan. Boleh jadi hubungan yang dingin, keruh, dan kusut tidak
ditimbulkan oleh sifat yang haram. Ia menjadi begitu karena Anda lama tidak
berkunjung kepada seseorang, atau ada sikap adil yang Anda ambil namun
menyakitkan orang lain, atau timbul keretakan hubungandari kesalahpahaman
akibat ucapan dan lirikan mata yang tidak disengaja. Kesemuanya ini, tidak
haram menurut pandangan hukum, namun perlu diselesaikan secara baik; yang berku
dihangantkan, yang kusut diluruskan, dan yang mengikat dilepaskan.
Itulah
makna serta substansi halal bihalal, atau jika istilah tersebut enggan Anda
gunakan, katakanlah bahwa itu merupakan hakikat Idul Fitri, sehingga semakin
banyak dan seringnya Anda mengulurkan tangan dan melapangkan dada, dan semakin
parah luka hati yang Anda obati dengan memaafkan, maka semakin dalam pula
penghayatan dan pengamalan Anda terhadap hakikat halal bihalal. Bentuknya
memang khas Indonesia, namun hakikatnya adalah hakikat ajaran Islam.Semoga artikel
ini bermanfaat untuk kita semua.
Wallahu'alam
bissowab, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar